Minggu, 10 Februari 2008

Ratusan Lampion Memerahkan Pasar Gede Solo



SOLO. Selama kurang lebih dua pekan, nuansa malam di Pasar Gede terasa lebih "cerah dan merah". Ratusan lampion tergantung mengeliling sisi luar Pasar Gede yang luasnya 10.421 hektar ini. Sebuah lampion besar tergantung tepat di atas pintu gerbang utama seakan menyambut setiap pengunjung yang datang dan menerangi setiap langkahnya di dalam pasar.

Ratusan Lampion ini dipasang sejak tanggal 30 Januari untuk menyambut Tahun Baru Imlek 2559 yang jatuh pada 7 Februari mendatang. Segudang acara disiapkan oleh Panitia Cahaya Lampion untuk menyambut tahun baru Cina ini. Rangkaian acara yang diberi tajuk Gerebeg Sudiro dalam Cahaya Lampion ini adalah sebagai berikut :

  • 30 Januari- 12 Feb : Balong dalam gempita cahaya lampion.
  • 31 Januari – 5 Feb : Penyembuhan tusuk jarum
  • 2 Februari : Pertunjukkan musik Koes Plus
  • 3 Februari : Puncak acara gerebeg Sudiro yaitu kirab lampion dan gunungan kue keranjang serta pertunjukkan berbagai atraksi seni tradisional seperti liong, barongsai, jathilan, dan musik Pat Im.
  • 6 Feruari : Donor darah
  • 9 Februari : Pertunjukkan musik keroncong.

Masyarakat Sudiroprajan yang menjadi penggagas Gerebeg Sudiro sengaja menggelar seluruh acara tersebut di Pasar Gede. Pasar yang selesai dibangun pada 12 Januari 1930 ini dinilai sebagai tempat yang tepat karena nilai historis maupun kedekatannya dengan kampung Tionghoa di daerah Sudiroprajan, Solo.

Hubungan Pasar Gede dengan masyarakat Tionghoa sendiri sebenarnya sudah terjadi di awal berdirinya Pasar Gede. Pasar yang dulu bernama Pasar Hardjonagoro ini pernah dikelola oleh Tjan Sie Ing, seorang Lieutenant de Chinezen, seorang pimpinan masyarakat Tionghoa yang dilegitimasi oleh pemerintah kolonial Belanda. Tjan Sie Ing mendapat konsensi dari pemerintah Keraton Kasunanan Surakarta untuk mengelola pasar dengan konsep pembagian pendapatan antara pengelola dengan keraton.

Tidak ada komentar: