Selasa, 19 Februari 2008

Identitas Berhuruf Jawa : Awal Bangkitnya Budaya Lokal

Tiga petugas keamanan tengah membicarakan tulisan Jawa di Diamond Restaurant & Hotel Solo

SOLO-Budaya Jawa lambat laun akan kembali menjadi tuan rumah di tempat asalnya. Tekad untuk menguatkan akar budaya Jawa di Solo terlihat dari gebrakan pemerintah Kota (pemkot) Solo di Hari Ulang Tahun Kota Solo yang ke-263 pada hari Minggu (17/2). Puncaknya adalah peresmian peraturan penggunaan aksara Jawa sebagai identitas bangunan dan reklame.

Penggunaan aksara Jawa ini bersifat wajib. Penulisan aksara Jawa harus diletakkan di atas tulisan latinnya serta di buat dalam ukuran yang lebih besar.Walikota Solo, Joko Widodo menegaskan akan secepatnya membakukan kewajiban tersebut dalam sebuah peraturan daerah. Ia bahkan mentargetkan semua kantor pemerintah maupun swasta sudah menggunakan aksara jawa sebagai identitasnya pada bulan Juni 2008.

Untuk tahap awal, kantor Bank Indonesia, Kantor Pelayanan Pajak, Diamond Restaurant and Hotel dan Solo Grand Mall menjadi proyek percontohan untuk penerapan aturan tersebut. Hasilnya, secara visual keberadaan aksara Jawa justru terlihat menambah kesan eksotik pada bangunan.

Sepintas aturan baru ini terkesan hanya menyentuh aspek fisik saja. Namun awalan tersebut sebenarnya sudah cukup tepat karena "pemaksaan" penggunaan aksara Jawa akan menstimulus masyarakat Solo era modern untuk terbiasa bersentuhan dengan budaya Jawa di manapun mereka berada. Targetnya tentu menumbuhkan kecintaan terhadap kota dan akar budayanya.


Wayang Bocah : Menundukkan Dominasi Modernisasi

SOLO-Mendalang, menari, melawak dan memainkan sebuah cerita nampak mudah saja bagi anak-anak Sanggar Sarotama saat mementaskan kolaborasi wayang kulit dan wayang orang "Gathotkaca Jedhi" di depan gapura Sriwedari Solo, Sabtu (16/2) malam.
Anak-anak usia sekolah dasar tersebut mampu membuat ratusan penonton tak beranjak menyaksikan pentas mereka malam itu.

Lawakan khas Gareng-Petruk yang dimainkan anak-anak ini terasa sangat alami. Seakan-akan begitulah pembawaan mereka setiap hari. Sedangkan tarian dan adegan laga wayang orang maupun wayang kulit yang mereka bawakan tak jarang membuat semua penonton spontan bertepuk tangan.

Satu perasaan bangga menyeruak di dada. Di tengah gempuran playstation, PC game, game zone, TV berlanggganan dan internet, masih ada orang tua yang bangga anaknya jadi orang Indonesia asli.

Pentas wayang dan dalang bocah semacam ini rencananya akan dilakukan setiap Sabtu Kliwon. Tempat pertunjukkan juga akan berpindah-pindah dengan memanfaatkan ruang-ruang publik yang tengah gencar ditata oleh pemerintah kota Solo.

Menghibur, bisa jadi tempat nongkrong yang bebas, digarap secara profesional dan yang penting gratis. Roh inilah yang memang seharusnya terus dibangkitkan untuk menguatkan posisi kesenian tradisional terhadap budaya-budaya serapan.

Kunjungi foto-foto wayang bocah selengkapnya di galeri foto.